Fall into a disappointment with its
bigger responsible as a connector but somehow it’s worth to see by its matter.
Marketing tak bisa disalahkan,
sebenarnya great job buat mereka apalagi untuk tipe film begini. Tak bisa
disalahkan juga diriku yang tak bisa enjoy film ini dengan kekacauannya bahkan
masih enakan yang sebelumnya yang lebih mencekam, menegangkan dan memuaskan.
Banyak orang yang berantisipasi dan terkejut saat filmnya keluar setelah
superbowl. Ya, gua punya niat besar untuk nonton langsung film ini dan tetap
mengambil pencegahan dengan menurunkan ekspetasi. Dan hal itu terjadi. WHAT.
THE. FUCK!
Jujur, film ini tak hanya datang
mengejutkan tapi juga selesai dalam keadaan yang sama dengan tambahan gelengan
kepala saat aku menyaksikan film ini. Jujur, film ini tak bisa disalahkan akan
kekurangannya tetapi disisi lain, film ini tetap harus ditonton. Why? Gua
elaborate dulu penilaianku soal film ini.
First thing first, film ini mengambil
set di luar angkasa dimana mereka menghidupkan particle accelerator untuk
menyelamatkan krisis energi yang sedang terjadi di bumi. Tak tahu juga tahun
berapa-an, tapi yang jelas situasi di bumi sering gelap-gelapan, hadeh.
Orang-orang yang ada di luar angkasa ini, bukannya berhasil meruntuhkan krisis
energi malah berhadapan pada masalah yang di luar akal manusia, di mulai ketika
mereka menyadari bahwa bumi tiba-tiba saja hilang.
Jujur, film ini memiliki beban besar
terhadap konektivitas film lainnya, mulai dari Cloverfield (2008), 10
Cloverfield Lane (2016), dan juga yang akan datang Overlord (2018) di bioskop
nanti. Hanya saja, membawa materi untuk menjawab beberapa pertanyaan di
film-film sebelumnya, hanya sekedar begitu-begitu saja, biasa. I can say film
ini seperti film kausalitas dari kondisi yang telah terjadi. Hanya saja, banyak
kegagalan di dalamnya yang membuat film ini jatuh ambruk dalam kekecewaan.
Kegagalan film ini ialah konstruksi
atau membangun tensi ketegangan. Di first-act ketika bermunculan hal-hal aneh
yang bikin kening mengernyit cukup menarik tetapi bagaimana eksekusi di
second-act bahkan third-act nya kian melemah. Film ini tidak begitu mencekam
seperti pendahulunya, atau setidaknya memberikan experience yang menarik lewat
misteri udah cukup, tak perlu memberikan sensai menegangkan bila akhirnya
begini. Tak hanya itu, dialognya bahkan tidak berhasil menyelamatkan film ini
dari kegagalan tersebut. Ketika dialognya demikian, beruntunlah pada
pengembangan karakter yang juga melemah, bahkan ketika keinginan director untuk
menyisipkan drama di third-act, terlambat sudah akibat beberapa aspek yang kian
rendah. Dan tinggallah hanya memberikan jawaban-jawaban tanpa ada kemasan
menarik di dalamnya, seakan film ini pelengkap dalam kemasan buruk.
Kalau yang tadi kegagalan aspek-aspek
di dalamnya, yang ini malah sia-sia, dan beberapa plot-hole. Kemudian di bagian
score yang rasanya tidak sesuai bahkan tidak bisa membantu memberikan rasa
ketegangan yang ended-up nanggung. Kemudian di bagian cast yang terasa wasted
disini, seperti Gugu Mbatha-Raw yang memerankan tokoh Hamilton di film itu.
Akting dan performanya sudah bagus, dan lainnya sebenarnya juga lumayan untuk
film ini, hanya saja terhambat karena dialognya.
Buang hal buruk tadi, sekarang bagian
kesukaanku di film ini. Hal yang paling kusuka hanyalah bagian awal dan akhir.
Bagian akhir seperti menebar minyak pemuas dan menutup dengan pertanyaan yang
memutar otak dalam menyusun kejadian demi kejadian di Cloverfield Universe.
Film ini masih interesting di sisi
lain, dan worth to see, atau ngelihat spoiler dari orang mengenai ceritanya
kalau mau menghemat 1 jam 42 menit. Semua keputusan terserah kalian, bukan
maksudku untuk membuat kalian agar tidak menonton film ini, ini semua hanya
pendapat dan pemikiranku mengenai film ini. Film itu subjektif, ada yang suka,
ada yang tidak, semua tergantung selera dan pandangan anda. Yang jelas, to me,
film ini kacau.
Menurutmu gimana?
Tulis di komen!
HAVE A NICE DAY AND LIVE FOR MOVIES.
RATING:
2.0/10
No comments:
Post a Comment